Oleh Kholid Syamhudi.[1]
Manusia makhluk yang Allah muliakan, namun juga Allah uji dengan diberikan syahwat, tabiat, kebodohan dan hawa nafsu. Sehingga manusia itu dapat diibaratkan seorang yang sakit yang tidak mengetahui cara pengobatan dan solusi kecuali dengan seorang tabib yang pakar. Lalu diberikan obat dan terapi pengobatan yang tidak disukai oleh syahwat dan tabi’atnya. Apabila ia menuruti nasehat tabib tersebut maka ia akan selamat dan bila tidak maka ia menjerumuskan dirinya kedalam kehancuran. Demikian manusia membutuhkan seorang Rasul utusan Allah dan ajarannya melebihi kebutuhannya kepada tabib tersebut. Karena puncak bahaya yang meninpa seseorang apabila tidak menuruti tabib, akan menimpanya penyakit dibadannya. Sedangkan orang yang tidak mau menuruti Rasululloh dan ajarannya dan tidak menhidupkan hatinya dengan ajaran wahyu ilahi, maka akan tertimpa penyakit dan siksaan yang tiada tara dan tidak akan sembuh, sehingga hatinya mati dan setelah itu tidak diharapkan kehidupannya. Read the rest of this entry ?